AKSELERASI – Pada malam Bepelas VI pelaksanaan Erau, ada prosesi menyisik naga, seluang mudik dan belimbur beras/betebak beras atau saling melempar beras di antara para hadirin pada malam tersebut.
Acara ini memang lebih meriah dari malam Bepelas sebelumnya, sehingga ditunggu-tunggu para kerabat keraton dan undangan yang hadir, serta ratusan warga yang ikut hadir untuk mengikuti prosesi di Keraton (Museum Mulawarman), Sabtu (30/9/23) malam.
Ritual ini melambangkan rasa syukur atas anugerah kemakmuran pangan yang diberikan Sang Pencipta kepada Kesultanan Kutai Kartanegara. Selain sebagai wujud rasa syukur, melalui ritual ini, diharapkan hasil panen masyarakat akan semakin meningkat di masa yang akan datang.
Kemeriahan serta keceriaan nampak terlihat pada rangkaian bepelas malam tersebut. Pada acara Bepelas seperti biasanya diiringi suara ledakan meriam, pada Bepelas malam ke-enam tersebut suara ledakan terdengar sebanyak 6 kali. Ledakan tersebut terjadi setiap kali Sultan H Aji Muhammad Arifin menginjakkan kaki kanannya di atas gong Raden Galuh yang menjadi rangkaian prosesi adat Bepelas.
Turut hadir dalam prosesi bepelas malam ke enam Asisten II Wiyono, Ketua DPRD Kabupaten Kukar Abdul Rasid, Kepala Kejaksaan Kukar Tommy Kristanto, Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong Abdullah Mahrus,
Kepala Disdikbud Kukar Thauhid Afrilian Noor, Sultan Palembang Darussalam Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, perwakilan Raja Gowa Andi M Isradi Zainal Karaeng Sommeng dan Andi Suraya Mappangile.
Sementara itu, puncak pesta Erau Adat Pelas Benua tahun 2023 ditandai dengan prosesi Mengulur Naga dan Belimbur, Minggu (1/10/2023). Prosesi mengulur naga berlokasi di Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura atau Museum Mulawarman.
Ritual turun temurun ini dilakukan dengan mengarak Sepasang Naga Laki dan Naga Bini dengan menggunakan kapal menuju Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana. Sebelum menuju Kutai Lama, kapal yang membawa sepasang naga terlebih dahulu singgah di Tepian Aji, Samarinda Seberang untuk melakukan ritual lainnya.
“Di Kutai Lama Naga Laki dan Naga Bini dilarungkan ke air Sungai Mahakam di Kutai Lama,” ujar Kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Raden Heriansyah selaku Wakil Ketua Panitia Pelaksana Erau.
Ngulur Naga berawal dari cerita kerajaan Hindu hingga bertransformasi menjadi kerajaan Islam. Kisah lahir para Rajanya erat dikaitkan dengan ritual Ngulur Naga dalam Erau Adat Pelas Benua 2022 di Kutai Kartanegara. Konon, permaisuri dan Raja pertama Kutai terlahir dari kejadian misterius. Kelahiran Putri Karang Melenu dan Raja Aji Batara Agung.
Kelahiran para raja ini identik dengan cerita naga penghuni Sungai Mahakam. Kejadian tersebut menjadi legenda masyarakat Kutai yang masih terjaga hingga kini. “Prosesi ini adalah suatu tradisi mengenang bagaimana prosesi ini terjadi di hulu dusun yang sekarang menjadi Kutai Lama, sudah turun temurun,” kata Heriansyah menceritakan.
Ngulur Naga bermakna secara rombongan mengarak replika naga. Sepasang naga ini diarak masyarakat Kutai dan ratusan warga yang memeriahkannya. Kedua naga terbuat dari kayu dan rotan, yang memanjang bak ular sepanjang 17 meter. Terdapat leher dan kepala yang tegak berdiri 1.5 meter.
Kepala naga diukir sedemikian rupa wajahnya lengkap dengan mahkotanya. Sedangkan tubuhnya dari rotan yang dihias dengan 12 kain warna-warni sebagai sisik sang naga. Ngulur Naga menjadi prosesi sakral oleh masyarakat Kutai dalam pesta rakyat Erau. Acara ini digelar untuk merayakan upacara Tijak Tanah dan Mandi ke Tepian.
Adapun, rute penghantaran naga melibatkan sungai legendaris, yakni Sungai Mahakam. Naga kemudian diangkut ke atas kapal. Selama perjalanan, kapal akan berhenti beberapa kali untuk berkomunikasi dengan para mahluk sakral. (adv)