AKSELERASI.ID – Terungkap kisruhnya Perusahaan Daerah Baratala Tuntung Pandang (PD Baratala) pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) versus mantan rekan kerja yakni PT Bimo Taksoko Gono (BTG) yakni investor sekaligus kontraktor (pemegang Surat Perintah Kerja hingga tahun 2020) ditanggapi praktisi hukum Pimpinan AMZ & Associates, Ahmad Mujahid Zarkasy.
Diakuinya bahwa secara hukum keperdataan hubungan kedua perusahaan itu sudah berakhir sejak SPK tidak berlaku lagi, namun dari pengakuan Bambang Tri Gunadi selaku Direktur BTG terungkap bahwa pihaknya diberikan surat kuasa untuk memperpanjang pengurusan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Jahid biasa pria ini disapa, menuturkan adalah hal yang aneh ketika perusahaan daerah pemegang IUP memberikan kuasa pengurusan perpanjangan IPPKH kepada perusahaan apalagi rekanan yang berlatar belakang atau izin usahanya bukan untuk pengurusan dokumen.
“Ada apa? Dengan memberikan kuasa untuk mengurus IPPKH kan itu kewajibannya pemegang IUP karena lahannya di kawasan hutan, kenapa menguasakan kepada orang lain apalagi sebagai kepada Direktur perusahaan,” bebernya.
“Karena secara tidak langsung Plt Dirut PD Baratala telah memberikan pengakuan adanya kuasa tersebut, sempat saya ada baca dari sebuah media,” timpalnya.
Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat tahun 2004 silam ini tidak menampik bahwa pemberian surat kuasa itu merupakan hak siapapun termasuk pemegang IUP menguasakan untuk mengurus berbagai keperluan terkait usaha yang dijalankan.
“Tapi tetap jadi pertanyaan karena yang bersangkutan Direktur perusahaan (rekanan: red), apalagi sampai kuasanya atas nama perusahaan yang usahanya bukan pengurusan dokumen, apalagi sampai membiayainya. Jelas aneh. Namun lagi-lagi hal itu perlu dibukti” tandas Jahid.
Jahid pun menjelaskan ada beberapa item yang harus dikeluarakan (biaya: red) oleh pemegang IUP agar bisa melakukan aktifitas penambangan yakni yang pertama adalah harus membayar ganti rugi tanah atau lahan yang masuk ke dalam konsesi IUP-nya. Yang kedua karena izinnya cuma pemegang IUP maka kewajiban dia meminta dan atau memperpanjang IPPKH apabila lokasi masuk kawasan hutan. Dan apabila ada pembangunan infrastruktur dan pemeliharaan misalkan jalan maka pengeluaran terkait hal itu harus ditanggung pemegang IUP bukan pihak lain.
“Nah. Tiga item itu minimal harus ditelisik. Ada tidaknya pengeluaran itu dilaporan keuangan pemilik IUP, kalau tidak ada berarti memang betul mengalihkan semuanya, kalau ada (biaya: red) berarti apa yang disampaikan pihak BTG patut dipertanyakan,. Itulah perlu ditelisik masing-masing laporan keuangannya” pungkas Jahid. (maa/fae)