AKSELERASI – Aktivitas tambang ilegal di Kalimantan Timur semakin tak terkendali. Temuan 21 Izin Usaha Pertambangan yang diduga palsu merupakan salah satu indikatornya.
Marthinus, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kaltim, bahkan meminta DPRD Kaltim untuk mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo agar melakukan tindakan tegas terhadap tambang ilegal tersebut.
Surat terbuka yang dimaksud, urai Marthinus, berisi usulan kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan legalitas atas kehadiran tambang ilegal. Dengan begitu, segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Pusat dapat diikuti secara teratur oleh pelaku tambang ilegal, termasuk kewajiban Jaminan Reklamasi, tanggung jawab sosial, dan pemenuhan Program Pemberdayaan Masyarakat sekitar tambang.
“Pelaku tambang ilegal semakin banyak. Jadi langkahnya kami usulkan agar Pemerintah Pusat memberikan dan mensahkan keberadaan tambang ilegal ini sehingga mampu meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah, Red.) Kaltim dan mau mengikuti aturan terkait komitmen yang harus dipenuhi perusahaan pertambangan. Karena ini iga untuk kemaslahatan rakyat,” jelasnya.
Anggota Panitia Khusus Investigasi Pertambangan DPRD Kaltim ini menyatakan, tambang batu bara ilegal tersebut tersebar di sejumlah daerah di Kaltim. Seperti Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Barat, dan Kutai Kartanegara. “Hampir siang dan malam truk pengangkut batu bara melintas di jalan umum. Kurang lebih 100 truk beroperasi,” sebutnya.
Bagi politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, perusahaan tambang ilegal seolah olah tak peduli lagi dengan keberadaan masyarakat sekitar dalam melakukan aktivitasnya. Dampaknya, debu dari operasi pertambangan justru mengancam kesehatan masyarakat.
“Kami merasa perusahaan tambang ilegal di Kaltim semakin menjamur dan tidak terkontrol, bahkan di siang hari pun tambang ilegal kerap beroperasi sehingga mengganggu lalu lintas masyarakat setempat. Perlu adanya atensi dari Pemerintah Pusat terkait ini,” bebernya.
Marthinus menyatakan, daerah yang berpotensi memiliki lokasi batu bara lebih baik diberikan izin beroperasi melalui kabupaten/kota masing-masing.
“Jadi tinggal kabupaten/kota yang berkoordinasi langsung dengan kelurahan ataupun desa. Dari situ nantinya mereka yang mengatur pembagiannya,” paparnya. “Misalnya lahan seluas 5 hektare dikelola camat dan 10 sampai 20 hektare dikelola bupati. Berapapun hasilnya nanti masuk ke PAD daerah,” sambung Marthinus.
Kendati demikian, terang Marthinus, hal tersebut masih perlu koordinasi dengan Pemerintah Pusat terlebih dahulu. Sebab usulan dokumen resmi tambang ilegal melalui Pansus IP DPRD Kaltim belum diketahui diperbolehkan apa tidak.
“DPRD Kaltim siap mengawal kalau memang regulasinya seperti itu. Kami mencari opsi yang memungkinkan, masyarakat dan daerah juga mendapatkan keuntungan atas kehadiran tambang ilegal,” pungkasnya. (adv)