Home HIBURAN Murphy Radio, Band Math-Rock Samarinda yang Menolak Keterbatasan (2)

Murphy Radio, Band Math-Rock Samarinda yang Menolak Keterbatasan (2)

0
Murphy Radio
Murphy Radio, Band Math-Rock Samarinda yang Menolak Keterbatasan (2)

Cerita tentang Murphy Radio bermula pada 2014 silam, dari sebuah tongkrongan di Samarinda.

AKSELERASI.ID – Happy Brilianto, manajer Murphy Radio, berkisah bahwa awalnya Murphy Radio memainkan musik alternatif, alih-alih math-rock seperti sekarang. Titik tolaknya terjadi setahun berselang, manakala vokalis Murphy Radio hengkang.

“Aku sama Wendra (gitaris, Red.) kemudian mendengarkan Chon (band math-rock asal Amerika, Red.). Dari situ, aku tanya ke Wendra, ‘Bisa enggak kira-kira main kayak gini?’,” terang Happy.

Akhirnya, sejak saat itu, Murphy Radio, yang beranggotakan Wendra (gitar), Aldi Yamin (bass), dan Akbartus Ponganan (drum), memantapkan langkah kakinya di jalur math-rock. Selain karena personel, faktor lain yang mendorong Murphy Radio pindah haluan ialah anggapan bahwa begitu banyak band yang membawa embel-embel math-rock, tetapi kenyataannya musik mereka sama sekali tidak mencerminkan warna math-rock.

Murphy Radio, ujar Happy, ingin mendobrak tradisi tersebut. Dari yang sebatas beredar di bar-bar lokal, tiba saatnya bagi Murphy Radio untuk melebarkan kepak sayapnya. Pada 2016, bersamaan dengan rilisnya Naftalena, mereka melangsungkan tur Jawa, yang meliputi delapan kota. Tur tersebut, jelas Happy, bisa dibilang “berhasil.”

“Orang-orang di scene Jawa jadi tertarik dan penasaran. Di waktu yang sama, exposure terhadap Murphy juga turut meningkat karena (materi-materi Murphy, Red.) sempat di-share sama Iga Massardi (Barasuara, Red.) dan Ditto Pradwito (Barefood, Red.) di media sosial,” imbuhnya.

Perlahan, nama Murphy Radio pun melambung. Meski demikian, kabar ketenaran Murphy Radio mesti dibarengi dengan mundurnya Akbar, sang drummer. Posisi Akbar lalu digantikan oleh Muhammad Amrullah. Menjelang 2018 tutup buku, Murphy Radio, dengan formasi barunya, memutuskan untuk masuk dapur rekaman.

Di titik ini, langkah krusial, lagi-lagi, diambil: musik Murphy harus dibikin easy listening agar cakupan audiensnya meluas. “Musik math-rock Murphy, memang, menarik banyak pendengar karena tergolong baru di Indonesia. Tapi, kami juga sadar bahwa kami enggak bisa terus segmented. Akhirnya, kami memutuskan untuk, katakanlah, men-downgrade musikalitas Murphy,” papar Happy.

Walaupun mengalami “penyesuaian”, karakter musik Murphy Radio tidak sepenuhnya berubah. Aldi mengaku bahwa musik baru Murphy Radio tetap berpijak pada math-rock, sebagaimana yang termuat dalam album pendek mereka. Bedanya, kali ini, Murphy berani menyelipkan napas pop dan lebih memilih untuk meleburkan dua elemen: midwest emo serta Japanese math-rock.
“Inspirasinya enggak jauh-jauh dari American Football, Toe, Elephant Gym, sampai Chon,” terangnya. “Ada nuansa twinkle, midwest emo, dan, tentunya, math-rock itu sendiri. Penginnya menggabungkan antara dimensi Barat dan Timur.”

Proses kreatif dipegang oleh Wendra. Alurnya kira-kira begini: Wendra menyusun pola dari gitar, untuk kemudian diserahkan kepada Aldi dan Amrullah. Dalam mencari lick yang tepat, Wendra, kata Aldi, bisa “bertapa selama seminggu” dan “datang sudah membawa tiga komposisi.”

Setelah memakan waktu cukup lama, album debut mereka pun jadi juga. Mengambil tajuk self titled, album penuh pertama Murphy Radio berisikan sepuluh komposisi serta dirilis oleh label asal Singapura, An Atmos Initiative. Keseluruhan track dalam album tersebut menggambarkan dengan baik apa yang diharapkan Aldi, ketika Murphy Radio berupaya mengkombinasikan warna math-rock dari Amerika dan Jepang.

Anda akan menjumpai pengaruh toe di album For Long Tomorrow (2009), yang melebur dengan Grow (2015) garapan Chon. Sepuluh nomor yang ada itu pula menjadi bukti betapa mahirnya Wendra, Aldi, dan Amrullah memainkan perkakasnya. Jemari Wendra meliuk dengan lincah dan membentuk melodi-melodi yang terdengar tajam. Cabikan bass Aldi begitu presisi. Dan pukulan drum Amrullah, secara konsisten, mampu mengimbangi solo-solo yang ada.

Kelindan-kelindan itulah yang membikin nomor-nomor macam “No Friends No Master,” “Blossoms and Paw,” “Hippo,” “Summertimes Loneliness,” sampai “Sports between Tranches” sungguh memukau sehingga Anda—mungkin—dapat menyimpulkan: untuk apa lagi Anda butuh Toe dan American Football jika sudah ada Murphy Radio? (*)

Exit mobile version