AKSELERASI – Aktivitas anak jalan, gelandangan, dan pengemis di Kota Samarinda kian meresahkan. Nyaris di setiap perempatan jalan kehadiran mereka dapat dijumpai. Sayangnya, keberadaan mereka seolah mendapat dukungan dari sebagian masyarakat dengan memberi uang tunai sebagai bentuk sedekah.
Menurut Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, peran masyarakat menjadi faktor penting dalam masalah ini. Jika terus diberi uang tunai, maka keberadaan anjal dan gepeng tersebut akan sulit ditertibkan. Namun bila masyarakat sadar, keberadaan mereka dengan sendirinya perlahan akan hilang di jalan-jalan Kota Tepian.
Sri Puji Astuti menyatakan, meskipun ada aturan larangan bagi anjal dan gepeng di Kota Samarinda, namun faktanya keberadaan mereka masih sulit dihilangkan. “Pemkot (Pemerintah Kota, Red.) Samarinda kurang mampu mengalokasikan anggaran untuk menanggulangi anal dan gepeng ini. Makanya solusi terbaik adalah memaksimalkan peran masyarakat,” katanya.
Ia menambahkan, kebijakan mengenai anjal dan gepeng sebenarnya sudah didukung dengan Peraturan Daerah. Makanya, Sri Puji Astuti menekankan, partisipasi masyarakat untuk menegakkan Perda tersebut. Apalagi, nyaris di setiap persimpangan, dipasang mengenai larangan memberi uang beserta Perda yang mengaturnya dan Closed Circuit Television atau CCTV. “Semua tergantung masyarakat,” tegasnya.
Sri Puji Astuti mengungkapkan, masih ditemukan masyarakat yang memberikan uang kepada anjal dan gepeng. Lantaran hal itu, angka anjal dan gepeng di Kota Samarinda mengalami peningkatan. “Kalau kita tidak memberi uang, maka mereka tidak akan di lokasi itu,” ucapnya.
Ia mengaku memiliki pengalaman khusus saat mencoba berkomunikasi dengan anjal dan gepeng di sekitar simpang empat Mal Lembuswana. “Ya memang ada, itu yang enggak bisa ditangkap. Karena saya secara pribadi mencoba bertanya ke anak-anak itu, mereka lari ketakutan ke Jalan dr Sutomo, dan saya dipelototin sama kordinatornya,” akunya.
Pengalamannya tidak hanya sampai disitu. Saat Komisi IV DPRD Kota Samarinda membuat spanduk sosialiasi mengenai anjal dan gepeng, spanduk tersebut justru dirobek oleh orang tak dikenal. “Waktu itu spanduk-spanduk tersebut kami pasang di simpangan. Ketika pagi masih ada. Tapi ketika kami lihat besok hari sudah tidak ada,” tuturnya.
Sri Puji Astuti mengharapkan, jika peran serta masyarakat menegakkan Perda maksimal, pada akhirnya akan membawa Kota Samarinda menuju kota laik anak. “Soal anjal dan gepeng ini masih menjadi pekerjaan rumah,” tutupnya. (adv)