AKSELERASI, SAMARINDA – Situasi di internal Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) kian memanas. Pasca melakukan laporan ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim), dan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim –Rabu 16 April 2025 lalu– pembayaran gaji puluhan karyawan yang ditunggak manajemen RSHD, hingga kini ternyata belum jelas juntrungannya.
Parahnya, ketidakjelasan ini tak hanya dialami oleh mereka yang masih aktif bekerja. Karyawan yang telah memutuskan resign, juga bernasib sama. Apalagi, dua eks karyawan RSHD yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada Rabu 23 April 2025 lalu –Enie Rahayu Ningsih dan Agus Mu’alim– juga belum mendapatkan penjelasan mengenai pembayaran pesangon mereka. Jika dirunut, maka tunggakan gaji mereka hingga hari ini nyaris tak dibayar selama 4 bulan.
Dari penelusuran AKSELERASI bersama media lain, Sabtu 26 April 2025 hari ini, sejumlah karyawan dan eks karyawan RSHD mulai bereaksi keras terhadap ketidakjelasan pembayaran gaji ini. Sebagian diantara mereka, diketahui telah berupaya berkomunikasi dengan manajemen RSHD melalui pesan singkat di aplikasi WhatsApp (WA). Sayangnya, upaya tersebut justru diacuhkan.
“Niat kami baik kok, menanyakan kapan hak kami dibayarkan. Tapi malah enggak digubris. Karyawan lain bahkan nomor WA-nya langsung diblokir ketika tanya soal gaji,” aku X, salah satu karyawan yang enggan identitasnya dipublikasikan, saat diwawancara KLIKSAMARINDA, Sabtu 26 April 2025, hari ini, via telepon.
Bagi X, sikap ini seolah menunjukkan jika manajemen RSHD seolah lari dari tanggungjawab. “Mereka justru memilih menghindar dan tak menjawab pertanyaan kami,” ucapnya. “Kami selalu patuh dengan kewajiban kami sebagai karyawan. Tapi mereka (manajemen RSHD, Red.) justru tidak patuh dengan kewajiban mereka sebagai pimpinan,” urai X, dengan nada kesal.
Menurut X, manajemen RSHD yang dipimpin Chief Executive Officer (CEO) RSHD sekaligus Direktur Utama (Dirut) PT Medical Etam (ME) drh Iliansyah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSHD Setiyo Irawan, A.Md., Kep,, dan General Manager (GM) RSHD Sulikah, harus bertanggung jawab terhadap nasib mereka. “Kami akan terus menuntut hak kami, sampai kapan pun akan kami kejar,” tegasnya.
Hal serupa juga diungkapkan Y. Ia tak hanya mengungkapkan keheranannya terhadap sikap manajemen RSHD. Tetapi juga sikap para supervisi di masing-masing divisi –disebut sebagai bagian dari manajemen– yang justru mencibir upaya mereka menuntut hak.
“Mereka (para supervisi, Red.) sama seperti kami. Sama-sama karyawan. Mereka saja belum mendapat gaji, tapi justru membela mati-matian sikap manajemen. Ini kan aneh. Padahal yang kami lakukan ini juga akan berdampak ke mereka kalau manajemen membayar gaji,” ketusnya, saat diwawancara KLIKSAMARINDA, Sabtu 26 April 2025, hari ini, via telepon.
Y mengingat, kejadian ini serupa dengan 2023 lalu. Dimana gaji mereka juga tertunggak selama berbulan-bulan. “Ketika gaji kami dibayar, para supervisi itu juga kan menerima gaji berkat tuntutan kami kepada manajemen. Dalam situasi begitu, apa mereka tidak malu sudah mencibir kami,” ungkap Y.
TUNTUT PESANGON, TAPI DIABAIKAN
Sementara itu, di waktu yang nyaris bersamaan, Enie Rahayu Ningsih dan Agus Mu’alim –dua karyawan RSHD yang di-PHK pada Rabu 23 April 2025 lalu– mencoba berkomnikasi dengan manajemen RSHD, Sabtu 26 April 2025 hari ini. Keduanya datang ke RSHD setelah melayangkan surat Permintaan Perundingan Secara Bipartit kepada manajemen RSHD tertanggal Rabu 23 April 2025.
Dalam surat itu, keduanya memberikan tiga poin utama pembahasan. Yakni kejelasan PHK karena alasan efisiensi dan perusahaan merugi, kejelasan pembayaran gaji April 2025, dan kejelasan pesangon serta hak-hak lainnya.
Sejak pukul 10.00 Wita, keduanya menunggu manajemen RSHD di depan Gedung Jamrud. Menurut informasi yang beredar, mereka tak diperkenankan masuk ke dalam gedung tersebut dan harus menunggu di luar. Hingga pukul 11.30 Wita, kedatangan mereka justru diabaikan oleh manajemen RSHD.
Menurut Enie Rahayu Ningsih, salah satu staf manajemen RSD bernama Salma –Supervisi Divisi Front Office (FO)– justru menganggap seolah surat itu tidak resmi. “Dia bilang, itu surat kan dari bu Eni’. Padahal surat ini formatnya dari Disnaker Kota Samarinda. Apalagi yang menganjurkan untuk mengantar surat ini dan meminta perundingan secara bipartite juga dari Disnaker Kota Samarinda,” jelasnya.
Merasa tidak diperlakukan dengan baik, Enie Rahayu Ningsih bersama Agus Mu’alim berencana akan mengadukan hal ini kepada Disnaker Kota Samarinda dalam waktu dekat. “Setidaknya, kami sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur yang disarankan. Kami tetap akan melaporkan ini ke Disnaker Kota Samarinda,” tukasnya.
Selain itu, AKSELERASI bersama media lain bukan tanpa upaya untuk melakukan wawancara langsung kepada manajemen RSHD. Sejak Senin 17 Maret 2025, media ini mencoba melakukan konfirmasi melalui call center dan datang langsung ke RSHD. Namun tak mendapat respon.
Bahkan, untuk kesekian kalinya, AKSELERASI kembali melakukan konfirmasi melalui call center RSHD, Selasa 22 April 2025, sekira pukul 15.24 Wita. Melalui salah satu petugas FO, Rizka Adnaya, media ini sempat menjelaskan maksud konfirmasi kepada manajemen RSHD mengenai pelbagai masalah yang kini jadi atensi publik.
Tak hanya sampai disitu, AKSELERASI juga menyampaikan telah mengikuti prosedur yang diminta untuk janji temu kepada manajemen RSHD. Sayangnya, upaya tersebut tak membuahkan hasil. “Kalau untuk ngomong langsung ke manajemen kayaknya agak ulit,” kata Rizka Adnaya. (ak)