AKSELERASI.ID, Samarinda – Nasib puluhan mantan karyawan Rumah Sakit Haji Darjad hingga kini masih terkatung-katung. Hak mereka untuk menerima sisa upah, tak pernah mendapatkan kejelasan dari manajemen yang memilih bungkam hingga berita ini ditulis. Mereka yang diwawancara media ini meminta identitasnya disamarkan.
SENIN 27 Maret 2023 menjadi hari paling kelabu bagi MW. Perempuan muda ini tak pernah membayangkan jika momen itu menjadi hari terakhirnya menginjakkan kaki di RS Haji Darjad. Setelah bergabung pada awal 2021 lalu, ia harus mengakhiri mimpinya sendiri bekerja di rumah sakit swasta tersebut.
MW hanyalah satu dari puluhan mantan karyawan RSHD yang memiliki nasib tak jelas pasca memutuskan resign. Sisa gajinya yang belum dibayar sejak Desember 2022 hingga Maret 2023 itu memang dijanjikan akan dibayar lunas Juni ini oleh manajemen. Namun nyatanya, hingga kini janji tersebut tak juga kunjung terwujud. Pasalnya, manajemen RSHD tak menjelaskan waktu pembayaran yang dimaksud.
Cerita semakin pilu tatkala pada April lalu MW mendapat notifikasi dari aplikasi mobile banking di ponselnya. Upahnya untuk April 2023 memang telah ditransfer. Namun jumlah uang yang dikirim justru tak sesuai harapan. MW hanya menerima Rp 20 ribu.
Menurut informasi yang diterimanya, nominal Rp 20 ribu itu merupakan uang kehadirannya sebagai perawat di tempat kerja sejak Rabu 1 Maret 2023 hingga Minggu 26 Maret 2023. Derita MW semakin bertambah saat uang sisa gajinya dipotong sebesar Rp 1 juta. Manajemen RSHD berdalih, pemotongan itu dilakukan untuk membayar upah jahit seragam kerja yang digunakan MW. “Anehnya, seragam itu harus saya kembalikan,” tuturnya kepada media ini, via telepon aplikasi WhatsApp, Rabu 14 Juni 2023.
MW yang tak punya pilihan, terpaksa menyerahkan seragam kerjanya tersebut. Maklum. Jika seragam kerja tersebut tidak diserahkan, maka ijazah yang disimpan manajemen RSHD juga tak akan pernah sampai ke tangannya. “Kalau orangtua tahu, pasti sedih. Tapi saya tidak kasih tahu mereka,” ungkapnya.
Sepanjang Desember 2022 hingga Maret 2023, MW mengaku hanya mendapatkan gaji separuh, yakni Rp 1 juta. Sebelum manajemen RSHD mengalami gonjang-ganjing, tepatnya sebelum Desember 2022, MW mengaku menerima gaji sebesar Rp 2,1 juta setiap bulan.
MW menceritakan, selama bekerja di RSHD, banyak hal tidak sesuai. Salah satunya adalah gaji dibawah Upah Minimum Regional. Padahal, tugas yang harus dilaksanakannya cukup berat. Selain harus merawat pasien, ia juga diwajibkan untuk membuka dan menutup akses pintu ruangan yang menghubungkan antara lantai satu dengan lantai lainnya. Padahal, jelasnya, urusan membuka dan menutup pintu ruangan bukanlah tugas seorang perawat. “Bagi saya itu bukan pekerjaan medis,” tegasnya.
Dalam momen-momen tertentu, MW mengaku harus menerima amarah dari pasien dan keluarga pasien. Mereka merasa pelayanan yang diberikan MW lamban. Padahal di waktu bersamaan, ia mengaku harus menutup atau membuka pintu ruangan. “Kalau sudah begitu, pasti saya yang disalahkan,” akunya. “Banyak peraturan yang tidak jelas. Apalagi kalau terlambat masuk 1 menit saja kami harus membayar Rp 100 ribu,” timpal MW.
Sebagai informasi, hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi dari manajemen RSHD. (fai)