spot_img

Menimba Ilmu di Desa Wisata Sambirejo Tebing Breksi

Oleh:
Andi Riski Lukman
Mahasiswa Polnes
Dari Kecamatan Muara Badak

DULU, Taman Tebing Breksi adalah tempat penambangan batuan alam. Aktivitas ini dilakukan sejak 80-an oleh masyarakat sekitar. Tapi pada pertengahan 2014, penambangan batu alam di tempat ini akhirnya ditutup pemerintah. Hal itu berdasarkan hasil kajian yang menyatakan batuan alam di sana berasal dari aktivitas vulkanis Gunung Api Purba Semilir. Lokasi ini pun kemudian ditetapkan sebagai tempat yang dilindungi. Oktober 2015, Taman Wisata Tebing Breksi kemudian ditetapkan sebagai salah satu geoheritage di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Desa Wisata Sambirejo adalah salah satu desa wisata yang berada di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa ini dikenal sebagai kawasan yang memiliki kekayaan alam, budaya, dan nilai geologi yang tinggi. Salah satu daya tarik utamanya adalah Tebing Breksi, sebuah bekas tambang batu kapur yang disulap menjadi destinasi wisata edukatif dan artistik. Selain Tebing Breksi, desa ini juga memiliki potensi wisata lain seperti Candi Ijo, Watu Tapak, serta pertunjukan seni dan budaya lokal seperti karawitan dan tari tradisional. Catatan sejarah ini saya simak dari penjelasan dari pemimbing Praktik Kerja Lapangan (PKL), pak halim, dan Ketua Pengelola Tebing Breksi, pak Kholiq.

Ada alasan mengapa saya memilih Desa Wisata Sambirejo Tebing Breksi sebagai tempat intership. Saya melihat, Tebing Breksi memiliki lokasi yang strategis di DIY dan tidak jauh dari pusat kota. Akses itu memudahkan saya untuk mengeksplorasi daerah istimewa ini. Saya juga ingin merasakan bagaimana interaksi sosial, budaya, dan ekonomi berjalan dalam konteks desa wisata –sesuatu yang nyaris belum banyak ditemukan di daerah asal saya.

Saya berharap, dari internship experience ini, bisa jadi inspirasi untuk mengembangkan potensi wisata di Kecamatan Muara Badak. Selain memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pariwisata berkelanjutan kepada masyarakat, saya juga ingin mengembangkan keterampilan praktis mereka. Seperti komunikasi dengan wisatawan, manajemen atraksi, promosi digital, dan menambah jaringan profesional di dunia pariwisata.

Sebagai mahasiswa dari Kota Samarinda, keputusan untuk intership di luar pulau tentu bukan hal sederhana. Saya perlu mempersiapkan diri. Makanya, sebelum berangkat, saya menyiapkan beberapa hal penting selama di DIY. Seperti perlengkapan pribadi, logistik, tiket dan akomodasi, dan pengetahuan awal tentang lokasi intership. Khusus untuk persiapan terakhir, saya dapatkan dari cerita pengalaman senior di kampus dan ada juga hasil riset di internet.

Selama di Tebing Breksi, saya mempelajari banyak hal. Baik dari sisi teknis kepariwisataan, maupun nilai-nilai sosial di lapangan. Beberapa pembelajaran penting yang saya dapatkan seperti manajemen destinasi wisata, pelayanan wisatawan atau hospitality, edukasi dan interpretasi wisata, kerja tim dan kolaborasi komunitas, hingga pemanfaatan media sosial sebagai media promosi paling efektif yang bisa di lakukan di zaman sekarang. Internship ini tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis di bidang pariwisata, tetapi juga sangat membantu saya tumbuh sebagai pribadi yang lebih siap menghadapi dunia kerja.

Sejak awal kedatangan di Desa Wisata Sambirejo, saya disambut dengan hangat para pengelola dan warga lokal. Mereka tidak memperlakukan saya hanya sebagai “anak magang”, tetapi sebagai bagian dari keluarga besar desa. Keakraban itu terasa dari hal-hal kecil. Seperti diajak makan bersama, diberi nasihat, bahkan dijadikan teman berdiskusi tentang pariwisata dan kehidupan masyarakat di sini. Pengelola destinasi di sini sebagian besar adalah warga lokal. Mereka sangat terbuka untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Mereka sabar dalam membimbing saya, dan memberi kepercayaan untuk terlibat langsung dalam pelbagai kegiatan. Termasuk operasional destinasi dan pemanduan wisata. Saya terlibat dalam beberapa kegiatan komunitas selama internship. Salah satu yang paling berkesan adalah saat ikut serta dalam kegiatan gotong royong persiapan event budaya yang digelar di Tebing Breksi. Dalam kegiatan itu, saya dan warga membersihkan area panggung, menata kursi, serta membantu dekorasi.

Selama menjalani intyernship di Tebing Breksi, saya mengalami beberapa tantangan yang cukup menguji kemampuan, mental, dan kemampuan adaptasi. Beberapa tantangan tersebut antara lain, adaptasi lingkungan dan budaya local. Sebagai mahasiswa dari Kota Samarinda, saya harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, gaya hidup masyarakat Jawa, serta kebiasaan kerja di lapangan yang cukup berbeda dari tempat asal saya. Belum lagi cuaca yang tidak menentu.

Untuk komunikasi dan bahasa, kadang saya mengalami kesulitan memahami logat Jawa dalam percakapan sehari-hari, terutama saat berbicara dengan pengunjung lokal atau warga yang menggunakan bahasa daerah. Saya juga kaget dengan makanan di DIY yang cenderung manis. Berbeda halnya dengan di Kalimantan Timur (Kaltim) yang cenderung asin. Jadi saya cukup sedikit kesulitan untuk mencari makanan gang sesuai di lidah saya.

Adapun cara dalam mengatasi tantangan tersebut adalah dengan belajar dan beradaptasi secara aktif. Saya mulai membiasakan diri dengan gaya hidup lokal, belajar sedikit demi sedikit memahami bahasa dan kebiasaan setempat. Saya juga tidak sungkan bertanya jika ada hal yang belum saya pahami. Tantangan selama magang justru menjadi bagian penting dari proses belajar saya. Dari situ, saya belajar bahwa bekerja di lapangan membutuhkan bukan hanya pengetahuan,.Tetapi juga mental yang kuat, kemampuan beradaptasi, dan keterbukaan untuk terus belajar. Justru karena tantangan-tantangan itulah, pengalaman magang saya di Tebing Breksi terasa lebih bermakna dan membentuk saya menjadi pribadi yang lebih tangguh.

Pengalaman magang di Desa Wisata Sambirejo, khususnya di destinasi Tebing Breksi, sangat memengaruhi cara pandang saya terhadap dunia pariwisata dan masa depan karir saya. Sebelum magang, saya membayangkan industri pariwisata hanya seputar pelayanan dan promosi. Namun setelah 5 bulan terjun langsung, saya menyadari bahwa pariwisata adalah kerja lintas sektor, lintas budaya, dan pariwisata tidak akan pernah mati. Saya menjadi lebih tertarik untuk terlibat dalam pengembangan desa wisata di daerah asal saya, Kaltim, yang juga memiliki potensi besar. Saya juga mulai berpikir untuk melanjutkan pendidikan atau pelatihan khusus di bidang community-based tourism dan interpretasi budaya, agar bisa berkontribusi lebih nyata dalam pariwisata berkelanjutan.

Meskipun masa internship telah selesai, saya tidak ingin hubungan dengan Desa Wisata Sambirejo ikut selesai. Saya memiliki beberapa bentuk kontribusi yang bisa dan ingin saya berikan. Antara lain membantu promosi digital. Saya bisa terus membantu menyebarkan konten promosi dan informasi positif tentang Desa Wisata Sambirejo di media sosial, khususnya ke jaringan di Kalimantan dan mahasiswa pariwisata lainnya. Saya juga siap merekomendasikan tempat ini kepada kampus dan adik tingkat sebagai tempat intership yang bermutu. Meskipun hanya mahasiswa magang, saya percaya bahwa setiap peran kecil memberi dampak. Apalagi dalam destinasi wisata berbasis masyarakat seperti Desa Wisata Sambirejo. Kehadiran saya membantu meringankan tugas harian pengelola. Seperti pemanduan, pengawasan area, hingga dokumentasi kegiatan. Saya ikut menumbuhkan semangat belajar dan bekerja di antara anak-anak muda lokal yang melihat bahwa mahasiswa dari luar daerah pun tertarik belajar di desa mereka.

Intership selama 5 bulan di Desa Wisata Sambirejo –Tebing Breksi– merupakan experience yang berharga dan membentuk saya menjadi lebih baik secara akademik maupun pribadi. Sebab di sana, saya tidak hanya belajar teknis pengelolaan destinasi wisata. Tetapi juga menyerap nilai-nilai kerja sama, semangat warga lokal, dan pentingnya pelestarian budaya dan alam.

Saya belajar bahwa pariwisata bukan hanya tentang sekadar mendatangkan wisatawan.Namun tentang membangun hubungan yang saling menguntungkan antara tempat, orang, dan pengunjung. Desa wisata memberikan ruang nyata bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari masyarakat. Tidak hanya dari teori di kelas tetapi langsung praktik di lapangan.

Teruntuk adik tingkat di Polnes, nantinya yang ingin belajar langsung tentang pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan, magang di desa wisata adalah pilihan yang sangat tepat. Saran saya; datanglah dengan niat belajar, bukan hanya menyelesaikan kewajiban kampus. Desa wisata bukan tempat instan, tapi tempat yang penuh proses dan nilai kehidupan. Sebagai generasi muda dan penerus bangsa, kita memang harus mengurangi yang namanya rebahan buat banyak perubahan dan harus keluar dari zona nyaman.

Saya sangat merekomendasikan jika ingin magang di desa wisata, khususnya Desa Wisata Sambirejo, dengan Tebing Breksi sebagai salah satu ikon utamanya. Ini adalah tempat magang yang kaya akan ilmu pengetahuan di lapangan, budaya lokal, dan semangat gotong royong. Pengelolanya terbuka, ramah, dan siap membimbing mahasiswa. Banyak kegiatan nyata yang melibatkan mahasiswa langsung dalam pengelolaan pariwisata. Lingkungannya kondusif untuk belajar, dengan kombinasi alam, budaya, dan masyarakat yang harmonis. Bagi saya, magang di Sambirejo bukan hanya pengalaman kerja, tapi juga proses pembentukan karakter dan cara pandang baru tentang dunia pariwisata yang lebih luas dan berdampak. (*)

  Yuk Gabung ke Channel WhatsApp Akselerasi.id!

spot_img

Yuk Baca Juga

spot_img

Berita Terkait