Kalimantan –pulau terbesar keempat di dunia, rumah bagi lebih dari 20 juta orang–selalu membangkitkan daya tarik para penjelajah.
PULAU ini memiliki hutan hujan tropis, saluran air dan gunung yang menjulang, serta suku asli pulau tersebut memiliki hubungan yang mendalam dengan hutan.
Pulau seluas 743.330 kilometer persegi tersebut memiliki kawasan hutan terbesar di Asia. Pembalakan secara intensif, penambangan terbuka, serta pertumbuhan industri pertanian, khususnya kelapa sawit, dan pembukaan lahan gambut mengancam kelestarian hutan Kalimantan.
Borneo adalah salahsatu daerah dengan tingkat deforestasi paling ganas di dunia. Pada awal 1970-an, luas hutannya sekitar 56 juta hektare. Dalam 45 tahun, 20 juta hektare telah ditebang.
Perpindahan penduduk miskin dari pulau-pulau Madura, Jawa, dan Bali yang padat penduduk turut menyumbang penebangan hutan ini.
Terbiasa dengan pertanian intensif, para penduduk yang berasal dari pulau-pulau tersebut membuka hutan untuk bercocok tanam. Kadang-kadang terjadi konflik antara kelompok pendatang dengan suku asli, yang dapat berubah menjadi konflik berdarah.
Selain itu kebakaran hutan besar yang dipicu kekeringan yang disebabkan oleh fenomena El Nino, semakin menghancurkan hutan.
Borneo kaya akan keanekaragaman hayati. Pulau ini rumah bagi banyak spesies unik. Tanaman uniknya termasuk Nepenthes pemakan daging serta Rafflesia arnoldii, bunga terbesar di dunia yang mengeluarkan bau daging busuk.
Hewan-hewan seperti orang utan, gajah kerdil Kalimantan, macan tutul, monyet berhidung panjang dan tupai tanah juga hidup di pulau tersebut.
Salahsatu spesies yang jarang disebutkan adalah babi berjanggut, Sus barbatus. Babi berjanggut adalah hewan yang paling simbolis untuk pulau tersebut.
Babi hutan ini dinamai babi berjanggut karena ia memiliki bulu yang melengkung ke atas dan ke depan, menutupi pipinya dan rahang bawahnya. Ada dua subspesies: S. barbatus oi hanya ada di Sumatera, dan S. barbatus barbatus hidup di Semenanjung Malaya dan Kalimantan.
Babi berjanggut adalah penjelajah yang tidak kenal lelah. Ia menjelajah sendirian dan dalam kelompok besar. Ia sering melakukan perjalanan ratusan kilometer untuk mencari makanan yang disukainya. Karenanya, babi berjanggut memainkan peran penting sebagai tukang kebun hutan Kalimantan.
Untuk memahami fungsi babi hutan ini, kita perlu membicarakan sedikit soal keunikan hutan Borneo. Hutan Kalimantan didominasi oleh sebuah keluarga pohon, yaitu Dipterocarpaceae. Pohon ini tidak pernah meranggas, sebagian besar hidup di hutan dataran rendah, dan dapat dikenali dari mahkota pohon dewasa yang tidak saling bersentuhan.
Sebagian besar spesies kayu yang dikembangkan untuk hutan industri berasal dari keluarga Dipterocarpacaeae. Kondisi ini meningkatkan sensitivitas hutan Kalimantan terhadap penebangan yang tidak berkelanjutan.
Pada interval 2-15 tahun yang terjadi secara tidak teratur, ada fenomena unik di pulau Kalimantan: semua spesies Dipterocarpaceae —serta beberapa spesies Fagaceae yang menghasilkan biji-bijian kaya protein– berbuah sekaligus dalam waktu yang singkat. Tidak melebihi beberapa minggu.
Kadang-kadang hingga 90 persen pohon sejenis di satu bagian hutan akan berbuah pada saat yang bersamaan. Dari sudut pandang biologi evolusioner, fenomena yang terpusat di satu ruang dan waktu yang disebut mast fruiting ini, bertujuan untuk mengalahkan calon predator, strategi yang dikenal sebagai “predator satiation”.
Karena fenomena itu terjadi dalam waktu yang tidak teratur di dalam mosaik hutan, hewan-hewan yang mencari buah-buahan bergizi ini –yaitu utamanya babi berjanggut– harus berpindah dari satu zona berbuah ke zona yang berikutnya.
Dengan melakukan itu, mereka melakukan fungsi penting untuk pohon-pohon dipterocarp, menyebarkan biji-bijinya dalam jarak yang sangat jauh.
Pejalan kaki yang tak kenal lelah, babi berjanggut juga membentuk ulang permukaan tanah dan mempercepat penguraian materi organik. Babi berjanggut menjelajah dan membersihkan semak belukar, meningkatkan akses akar pohon ke nutrisi tanah. (*)