AKSELERASI – Nasib guru semakin terpuruk dan sengsara dengan hadirnya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Sebab, pasal tentang Tunjangan Profesi Guru (TPG) telah hilang di dalam RUU tersebut. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sani bin Husain mengatakan telah mencermati dengan seksama isi RUU Sisdiknas, khususnya pasal mengenai guru.
Dia pun telah membandingkan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. “Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia,” katanya. “Saya melihat draf RUU Sisdiknas sangat mengingkari logika publik. Karena menafikkan profesi guru dan dosen. Saya menolak penghapusan pasal soal tunjangan profesi guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen dan tunjangan kehormatan dosen,” timpal Sani bin Husain.
Dia menjelaskan dalam draf RUU Sisdiknas pada Februari 2022, Pasal 118 ayat 2 dan draf RUU Sisdiknas pada Mei di Pasal 102 ayat 3, masih jelas tercantum secara eksplisit pasal mengenai “Tunjangan Profesi Guru.” Namun anehnya, kata Sani bin Husain, dalam draf RUU Sisdiknas yang diserahkan ke Badan Legislatif (Baleg) DPR RI pada Agustus 2022 yang kini menjadi RUU Prolegnas Prioritas, ternyata pasal tentang TPG Guru dihilangkan.
Sani bin Husain menerangkan, dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul “hak guru mendapatkan Tunjang Profesi Guru.” Pasal ini hanya memuat klausul “hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial.” Pasal 105, guru berhak memperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen pemerintah secara eksplisit, jelas mencantumkan pasal mengenai “Tunjangan Profesi Guru.”
Dalam Pasal 16, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tunjangan profesi diberikan setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh sekolah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Sani bin Husain menilai, dengan tidak ada pasal tentang TPG akan berdampak pada jutaan guru di Indonesia dan juga keluarga yang harus mereka tanggung biaya hidupnya. “RUU Sisdiknas yang menghapus pasal TPG seperti mimpi buruk bagi jutaan guru, calon guru, dan keluarga mereka” kata Sani bin Husain.
Selain itu, dengan tidak adanya tunjangan akan berdampak pada kesejahteraan guru yang selama ini mengharapkan pendapatan tambahan di luar gaji. Sebab, gaji yang diterima oleh para guru, terutama honorer sangatlah rendah. “Sekolah swasta menengah enggak semua bisa memberikan biaya yang layak karena SPP rendah. Mereka sangat berharap dari tunjangan. Guru honorer lebih miris, karena mereka tidak diberikan gaji yang layak dan manusiawi,” tuturnya.
Dengan minimnya kesejahteraan dan penghargaan yang diberikan pemerintah melalui tunjangan, Sani bin Husain khawatir tidak ada lagi anak muda yang ingin menjadi guru. “Mereka anak muda yang baru lulus karena tidak mau jadi guru, karena guru tidak menjanjikan kesejahteraan,” ujarnya. (adv)