AKSELERASI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur (Kaltim) mengimbau masyarakat untuk mengenali gejala stroke lebih awal. Sebab, stroke merupakan penyakit mematikan dengan tingkat kematian paling tinggi.
Apalagi Benua Etam menduduki peringkat pertama dengan prevalensi stroke tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 lalu, angka prevelansi stroke Kaltim mencapai 14,7 persen atau diperkirakan sebanyak 2,1 juta jiwa. Dari total populasi di Indonesia yang mencapai 271,9 juta jiwa.
Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala stroke sejak dini. Guna mengantisipasi penyakit stroke dan menekan angka prevalensi stroke di Indonesia, utamanya Kaltim.
Hal tersebut disampaikan melalui seminar kesehatan yang digelar oleh Dinkes Kaltim tentang penyakit stroke, di Kantor Gubernur Kaltim, Kamis 26 Oktober 2023. Seminar ini digelar dalam rangka memperingati hari stroke sedunia yang jatuh pada 29 Oktober, hari ini.
Bicara stroke, Perwakilan Himpunan Dokter Neurologi Kaltim Fajar Prabowo mengatakan, terdapat banyak mitos yang beredar mengenai penyakit stroke. Salah satu mitos yang paling dipercaya ialah stroke hanya menyerang para orang tua saja. Faktanya, stroke bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal usia.
“Penyakit stroke dapat dicegah dengan menghindari perilaku hidup tidak sehat, yang berisiko menimbulkan penyakit stroke. Diantaranya, penggunaan tembakau dan mengkonsumsi makanan atau minuman manis dan makanan berlemak,” terangnya saat menjadi narasumber dalam seminar Dinkes Kaltim.
Fajar juga menekankan, salah satu komplikasi jangka panjang yang paling sering muncul akibat stroke ialah lumpuh dibeberapa area tubuh. Maka, pentingnya segera membawa pasien stroke ke rumah sakit.
Sayangnya, sekitar 80 persen masyarakat Indonesia tidak mengetahui gejala stroke. Sehingga, seringkali penanganan stroke menjadi terlambat. Padahal, perawatan cepat dapat membantu kesembuhan pasien lebih pesat.
“Meskipun penyakit ini bisa dicegah, tapi kecil kemungkinan bisa terjangkit. Banyak orang tidak mengetahui gejala stroke atau sering kali disepelekan, dan memilih untuk memijatnya terlebih dahulu. Justru dengan hal itu, malah akan memperlambat kesembuhan pasien,” jelasnya.
Sebagai informasi, secara teoritis, stroke sangat dipengaruhi oleh waktu. Setiap menit ada 1,9 juta sel saraf otak yang mati di area sumbatan tersebut. Sel otak yang mati tidak bisa diganti dengan sel baru, sehingga berisiko mengalami kecacatan dan kematian.
“Keterlambatannya pasien ditangani dalam waktu kurang dari 10 menit saja, semakin banyak sel saraf pada otak yang mati atau rusak. Nah, ini faktor utama penyebab pasien itu tidak kunjung sembuh,” ujarnya.
Untuk itu, fajar menyarankan agar deteksi dini faktor risiko dan pola hidup sehat sejak usia dini perlu digalakkan, guna memperkecil kejadian faktor risiko dan stroke.
Disaat bersamaan, sejumlah strategi juga disusun pemerintah untuk menurunkan prevalensi stroke di Indonesia. Mulai dengan memperkuat upaya promotif preventif kesehatan masyarakat, seperti mengkampanyekan konsumsi makanan bergizi seimbang. Menjaga kadar gula dalam darah, rutin melakukan aktivitas fisik dan yang tak kalah penting adalah rutin cek kesehatan setidaknya 6 bulan sekali. “Gaya hidup sehat adalah kunci mencegah berbagai penyakit,” tutupnya. (adv)