spot_img

Diskualifikasi Paslon Nomor 2 di Banjarbaru, Partai Buruh Siap Ambil Langkah Hukum

AKSELERASI.ID, Banjarbaru – Ketua Tim Pilkada Pusat Partai Buruh, Said Salahudin, menilai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru untuk mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, tidak memiliki dasar yang kuat. Salahudin menyebut keputusan tersebut sebagai tindakan yang mengarah pada rekayasa politik untuk menciptakan kondisi pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Banjarbaru dengan hanya satu paslon tunggal.

Salahudin mengungkapkan bahwa pada awalnya, pilkada Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, diikuti oleh dua paslon. Namun, KPU mengumumkan diskualifikasi terhadap paslon nomor 2 berdasarkan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang menuding Aditya memanfaatkan program pemerintah daerah untuk kepentingan pencalonannya.

“Tuduhan tersebut sama sekali tidak berdasar. Saya mencurigai ada pihak tertentu yang sejak awal sudah merencanakan langkah-langkah untuk menjegal pencalonan Aditya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi ini, Sabtu (2/11). Salahudin juga menilai bahwa Aditya yang saat ini berstatus petahana dengan masa cuti kampanye menjadi sasaran yang dicari-cari kesalahannya demi kepentingan politik tertentu.

Sebagai partai pengusung paslon Aditya-Said, Partai Buruh tidak tinggal diam. Salahudin menegaskan, pihaknya akan melawan upaya yang dinilainya tidak fair tersebut. “Aditya maju sebagai calon dengan legitimasi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 yang menurunkan ambang batas pencalonan. Ini yang mungkin mengusik pihak-pihak tertentu yang tidak ingin ada kompetisi dalam pilkada ini,” tambahnya.

Menurut Salahudin, KPU Banjarbaru mendiskualifikasi paslon nomor 2 atas dasar Pasal 71 ayat (3) dan (5) dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, ia berpendapat bahwa peraturan tersebut tidak dapat diterapkan dalam kasus Aditya, mengingat tuduhan terjadi sebelum penetapan paslon.

“Pada saat peristiwa yang dituduhkan, belum ada pasangan calon. Maka unsur ‘menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon’ tidak terpenuhi. Jadi, tidak ada alasan hukum bagi KPU untuk mendiskualifikasi Aditya,” jelasnya.

Salahudin menambahkan, jika program pemerintah dihentikan demi pilkada, justru akan merugikan hak dan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta KPU untuk memulihkan status pencalonan Aditya sesuai aturan hukum.

Diakuinya, Partai Buruh kini tengah berkoordinasi dengan paslon nomor 2 dan partai-partai pengusung lain untuk melangkah ke jalur hukum. Langkah ini termasuk pelaporan terhadap anggota KPU dan Bawaslu Banjarbaru serta Provinsi Kalimantan Selatan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Sebagai penyusun Peraturan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Said Salahudin yakin para penyelenggara pemilu yang terlibat akan mendapat sanksi tegas. “Kami akan terus membongkar aktor-aktor di balik rekayasa ini. Mereka harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Diketahui bahwa KPU Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, secara resmi membatalkan pencalonan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota, Muhammad Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah, dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua KPU Kota Banjarbaru, Dahtiar, di Kantor KPU, Jalan Trikora, pada Jumat (1/11/2024).

Hal tersebut berdasarkan pada Surat Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 124 Tahun 2024, yang menyatakan bahwa pasangan calon nomor urut 2 tersebut tidak lagi memenuhi syarat sebagai peserta pilkada. “Pembatalan ini mengacu pada rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Selatan terkait pelanggaran yang dilakukan pasangan Aditya dan Said,” jelas Dahtiar.

Sementara itu Ketua KPU Kalimantan Selatan (Kalsel) Andi Tenri Sompa mempersilakan pasangan calon (paslon) Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) usai pembatalan pencalonan pada Pilkada 2024.

“Kalau, misal, mereka mempermasalahkan putusan ini, bisa ke PTUN dengan durasi selama 14 hari kerja setelah putusan dibuat,” kata Tenri dilansir dari Antara. (abe)

spot_img

Yuk Baca Juga

spot_img

Berita Terkait