AKSELERASI, SAMARINDA – Manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) bakal menghadapi tuntutan serius. Selain telah menunggak gaji, mereka juga diduga melanggar aturan pengupahan hingga dugaan penggelapan uang iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Hal itu terungkap saat karyawan dan mantan karyawan RSHD mengikuti Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Selasa 29 April 2025.
Dugaan ini terungkap saat pimpinan rapat sekaligus Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattolongi, meminta karyawan dan mantan karyawan untuk menceritakan semua kejadian di RSHD. Mendengar itu, Muflihana S –mantan karyawan RSHD– lalu menceritakan satu persatu kejanggalan kebijakan manajemen RSHD selama ia bekerja di sana sebagai Front Office (FO). Pernyataannya juga didukung kesaksian mantan karyawan lain hingga mereka yang masih aktif bekerja di RSHD.
Mariani, Pengawas Ketenagakerjaan dan Penyidik, Disnakertrans Kaltim, menyatakan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker), ada sejumlah hal yang diduga telah dilanggar oleh manajemen RSHD. Upah yang tertunggak, misalnya. Ketika telah jatuh tempo upah 4 sampai 8 hari, pengusaha/perusahaan wajib membayar denda sebesar 5 persen. Ketika masuk di hari berikutnya, maka bertambah 1 persen. “Tapi itu maksimal 50 persen dalam 1 bulan dari upah yang seharusnya dibayar. Contohnya, kalau upah Rp 3 juta. Jadi 50 persen dari Rp 3 juta itulah denda yang harusnya dibayarkan. Dikali bulan berikut lagi plus 50 persen dan seterusnya,” ucapnya.
Dugaan pelanggaran lainnya adalah upah yang dibayarkan manajemen RSHD dibawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Mariani menjelaskan, hal ini mengacu Pasal 88E ayat 2 UU Ciptaker juncto Pasal 23 ayat 3 PP 36 Tahun 2021. Perusahaan yang memberi gaji pekerja di bawah UMP atau UMK yang ditetapkan bisa dikenai sanksi. Sanksi tersebut berupa hukuman penjara 1-4 tahun hingga denda mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 400 juta. “Upah yang tidak dibayarkan dan upah yang tidak sesuai UMK, sanksi pidananya sama. Hanya pasalnya saja yang membedakan,” ungkapnya
Menariknya, dalam raker terungkap, ada sejumlah karyawan RSHD yang tidak memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan. Padahal, gaji mereka diduga telah dipotong manajemen RSHD untuk iuran BPJS per bulan. Ketika mereka ingin meminta slip gaji untuk melihat potongan iuran tersebut, manajemen RSHD justru menolak dan banyak berkilah.
Mendengar ini, Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, sempat bertanya lebih detail kepada karyawan dan mantan karyawan RSHD. Hingga akhirnya disimpulkan, ada dugaan penggelapan uang perusahaan lewat iuran kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan. “Kalau begitu ada dugaan penggelapan uang perusahaan namanya,” ujarnya, saat raker.
“Kalau keterlambatan gaji bisa dikenai sanksi administratif berupa denda. Tapi kalau iuran BPJS yang dipotong tapi tidak dibayarkan, itu masuk dugaan pidana,” timpal Rozani Erawadi.
Dalam kesempatan itu, dia menyatakan, Disnakertrans Kaltim akan melakukan koordinasi data dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan untuk mengonfirmasi status keaktifan karyawan dan aliran dana potongan gaji yang seharusnya disetorkan oleh manajemen RSHD. “Jika nanti terbukti, kita akan panggil (manajemen RSHD, Red.) langsung,” urainya.
Sebagai informasi, manajemen RSHD telah melakukan tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan sejak 2024. Melali tangkapan layer aplikasi Jamsostek Mobile (JMO), Rabu 9 Maret 2025 lalu, diketahui tatus kepersertaan RSHD masih aktif. Namun, iuran terakhir dilakukan Mei 2024 dan pembayaran iuran terakhir 3 Desember 2024.
Di BPJS Kesehatan juga sama, Melalui aplikasi Mobile JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), Rabu 23 April 2025 lalu, status kepersertaan karyawan RSHD telah memasuki masa denda. Khususnya untuk pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) sejak 14 April 2025 hingga 29 Mei 2025.
Sementara itu, Muflihana S, mantan karyawan RSHD, mengaku mengapresiasi tinggi upaya Komisi IV DPRD Kaltim dan Disnakertrans Kaltim dalam menangangi kasus di RSHD. Ia bahkan merespon positif upaya Disnakertrans Kaltim dalam membingkar dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan manajemen RSHD selama ini. “Disnaker Provinsi lebih mengerti itu. Tapi kami akan tetap mengejar sambil kami cari terus sanksi-sanksi apa saja sebenarnya yang sesuai dengan masalah ini,” jelasnya.
Menurut Muflihana S, jika memang benar ada dugaan pelanggaran pidana, maka hal tersebut harus ditindaklanjuti oleh Disnakertrans Kaltim dan instansi terkait. “Makanya sampai tim pengawas (Disnakertrans Kaltim, Red.) bilang harus ada pemanggilan secara paksa oleh pihak kepolisian,” terangnya.
Selain itu, AKSELERASI bersama media lain bukan tanpa upaya untuk melakukan wawancara langsung kepada manajemen RSHD. Sejak Senin 17 Maret 2025, media ini mencoba melakukan konfirmasi melalui call center dan datang langsung ke RSHD. Namun tak mendapat respon.
Bahkan, untuk kesekian kalinya, AKSELERASI kembali melakukan konfirmasi melalui call center RSHD, Selasa 22 April 2025, sekira pukul 15.24 Wita. Melalui salah satu petugas Front Office (FO), Rizka Adnaya, media ini sempat menjelaskan maksud konfirmasi kepada manajemen RSHD mengenai pelbagai masalah yang kini jadi atensi publik.
Tak hanya sampai disitu, AKSELERASI juga menyampaikan telah mengikuti prosedur yang diminta untuk janji temu kepada manajemen RSHD. Sayangnya, upaya tersebut tak membuahkan hasil. “Kalau untuk ngomong langsung ke manajemen kayaknya agak sulit,” kata Rizka Adnaya. (ak)