Baca Juga

spot_img

Sarana, Grup Eksperimental Samarinda yang Dianggap Sampah di Kota Sendiri

Jenis musik yang dimainkan 3 dara asal Kota Tepian ini memang tak umum.

AKSELERASI.ID – Choki dan Sabrina fokus melihat ke bawah. Tubuhnya sedikit menunduk. Tangan mereka sibuk mengutak-atik pelbagai alat; synthesizer, mikrofon, delay effect, bell, halilintar, volca fm, volca sample, drone, dan efek pedal. Mereka memainkan musik noise, musik unik yang menciptakan gabungan suara yang sering didengar sehari-hari namun disusun dengan ciamik hingga menghasilkan sonik bermakna.

Mereka adalah musisi eksperimental asal Samarinda –Kalimantan Timur– yang semua anggotanya adalah perempuan bernama Sarana. Sarana adalah gabungan nama dari tiga personel itu yakni Annisa Maharani, Istanara Julia, dan Sabrina.

Ketiga perempuan ini berhasil mengangkat nama Samarinda di tingkat nasional hingga internasional. Prestasi dan perjuangan mereka dalam kancah musik noise yang inspiratif ini menjadi kebanggaan dan motivasi untuk turut berkarya di Bumi Etam.

“Awal mulanya Sarana itu enggak sengaja terbentuk. Jadi, yang duluan main noise itu Sabrina. Cuma, waktu itu ada Gigs 2015, Sabrina ngajak saya dan Istanara buat main bareng. Terus, cari namanya juga yang dari akronim nama kita bertiga saja,” jelas Annisa, dara yang akrab disapa Choki ini.

Sarana merupakan trio noise asal Samarinda yang sedang naik daun saat ini. Terbentuk sejak 14 Mei 2015, Sarana punya alasan tersendiri di balik pilihan mereka mengusung musik noise. Berawal dari kecintaannya akan musik, namun tidak mahir memainkan alat musik akhirnya mereka mencari cara lain dengan mengeksplor berbagai macam bunyi yang dihasilkan dari alat-alat yang mereka punya.

Selain jadi bisa bebas berekspresi, chemistry satu sama lain saat bermain musik ini membuat penikmatnya tenggelam dalam makna. “Kami harus saling mengisi dan melengkapi biar feeling-nya makin dapet pas main, jadi tidak asal berisik tetapi harus bisa berisi, ‘ada’,” jelas Annisa.

Tidak hanya karena Sarana spesial dengan anggotanya yang semuanya perempuan, kualitas dari permainan musik mereka mengantar tiga dara ini menginjak berbagai negara. Sebelum keluar negeri, mereka mencuri perhatian banyak mata saat tampil di Sukabumi pada 2016 di festival RRRec Fest in The Valley.

Setelah itu Sarana tampil di Singapura pada November 2016 lalu. “Pertama kali ke Singapura main di gigs namanya Insolence of Deafening Definition di Lithe House. Kemudian yang terakhir di Berlin, Jerman dalam rangkaian acaranya CTM Festival, bertempat di HAU 2 tanggal 1 Februari 2019” jelas perempuan pengagum Rully Shabara, Gabber Modus Operandi, LKTDOV dengan Gardika Gigih ini.

Mereka sebenarnya tak pernah menyangka bisa berprestasi lewat dunia musik. Kalau kata Sabrina, kebanyakan pencapaian yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya, bisa pergi ke luar negeri dan menuai banyak pengalaman.

Berjalan empat tahun, setelah pulang dari Jerman mereka akan merilis album baru tahun ini setelah 2016 merilis Heal EP. Mereka tak mengubur mimpi meskipun masing-masing sibuk dengan kegiatan kuliah dan bekerja. Setiap ungkapan kurang mengenakkan dari beberapa orang yang terucap mereka tepis dengan prestasi.

“Kata-kata kurang mengenakkan banyak banget. Cuma, yang paling diinget banget, sih, ada yang bilang kalau apa yang dimainkan Sarana itu sampah,” ujarnya. Penikmat musik noise memang tidak sebanyak penggemar musik dangdut atau pop.

Untuk bisa menikmati musik ini, kata Choki, tidak perlu ekspektasi yang macam-macam. Cukup melihat dan mendengar sendiri, kemudian bisa menyimpulkan apa yang didapat. “Kalau misalnya ingin betul-betul memahami, ya, coba saja mainkan alat-alat yang biasa dipakai untuk musik noise. Saya dulu awalnya enggak tahu apa-apa sampai akhirnya pas mulai mencoba, akhirnya sampai sekarang. Belajar terus,” tutupnya. (*)

spot_img

Yuk Baca Juga

spot_img

Berita Terkait