AKSELERASI.ID, Samarinda – Terdakwa dalam kasus dugaan penggunaan surat palsu, Rahol Suti Yaman (60), kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Senin (24/3). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Samarinda menghadirkannya untuk melanjutkan proses hukum yang tengah berjalan.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Jemy Tanjung, dimulai dengan memberikan kesempatan kepada tim penasihat hukum Rahol untuk membacakan eksepsi yang telah mereka susun. Namun, bukannya membacakan keseluruhan eksepsi, tim penasihat hukum hanya meminta izin untuk membacakan satu poin tertentu.
“Kami mohon izin untuk membacakan poin lima,” ujar salah satu penasihat hukum Rahol di hadapan majelis hakim.
Dalam eksepsi yang diajukan, tim kuasa hukum menyoroti beberapa aspek penting. Pada poin pertama, mereka menyebut bahwa pemeriksaan terhadap terdakwa oleh penyidik Polres Samarinda dilakukan tanpa didampingi penasihat hukum. Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 56 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga mereka menilai tuntutan JPU tidak sah.
Selain itu, dalam poin kedua, mereka menegaskan bahwa dakwaan yang disusun oleh JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 Ayat 2 KUHAP karena dianggap tidak jelas dan kabur. Penasihat hukum Rahol juga mengajak JPU untuk bersama-sama mengawasi kinerja penyidik agar tidak terjadi pelanggaran prosedural yang berulang.
Dalam eksepsi tersebut juga disebutkan bahwa tanah yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini telah diputuskan sebagai milik terdakwa berdasarkan putusan perkara perdata Nomor: 131/Pdt.G/2023/PN Smd. Selain itu, dalam putusan perdata tersebut, pelapor dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Berdasarkan fakta tersebut, penasihat hukum meminta Majelis Hakim agar membebaskan terdakwa Rahol serta segera mengeluarkannya dari tahanan.
“Poinnya, di kasasi dalam perkara perdata nomor 131 klien kami (Rahol, Red) dikabulkan dan objek tanah dinyatakan milik klien kami. Lalu dari awal penangkapan hingga pemeriksaan di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) klien kami tak didampingi penasihat hukum. Harusnya sesuai KUHAP ancaman hukuman di atas lima tahun mesti didampingi,” ujar Roszi Krisandi, salah satu penasihat hukum Rahol.
“Kalau tidak dibebaskan, logika hukumnya tidak jalan,” tambahnya.
Di sisi lain, kuasa hukum pelapor, Abraham Ingan, yang turut menyaksikan jalannya sidang, meminta Majelis Hakim agar tetap bersikap objektif dalam memeriksa dan mengadili perkara ini.
“Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor:4 Tahun 2016 itu menyebutkan, bahwa dalam hal terjadi tindak pidana yang ada kaitan dengan perkara yang sedang diperiksa secara perdata maka putusan perdata tidak mengikat,” tegas Abraham.(Red)