AKSELERASI, SAMARINDA – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Abdul Muis, menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) mengenai rencana revisi Perda Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Kota Samarinda. Diikuti puluhan peserta, sosper digelar di Klik Kopi, Jalan Juanda 6, Selasa 6 Mei 2024, sore kemarin. Turut hadir dalam kegiatan ini Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda, M. Reza Pahlevi.
Menurut Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Abdul Muis, perda sejatinya diinisiasi oleh dua pihak. DPRD dan pemerintah –dalam hal ini Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. “Untuk revisi Perda Nomor 4 Tahun 2024 ini inisiatifnya dari DPRD,” ucapnya.
Bagi politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, revisi Perda Nomor 4 Tahun 2024 merupakan sebuah urgensi. Pasalnya, perda tersebut tak lagi relevan dengan kondisi terkini. “Karena aturan di atasnya banyak berubah. Terutama Undang-Undang Cipta Kerja. Jika aturan di atasnya berubah, maka aturan di bawahnya harus menyesuaikan,” ungkapnya.
Abdul Muis menyatakan, revisi Perda Nomor 4 Tahun 2024 memang perlu dilakukan jika menilik kondisi terkini dunia ketenagakerjaan di Kota Tepian. “Kita semua melihat kondisi sekarang. Mungkin ada yang pernah membaca pemberitaan mengenai kasus ketenagakerjaan di Rumah Sakit Haji Darjad,” ulasnya. “Memang ada banyak masalah ketenagakerjaan di Samarinda. Apalagi kemarin kita baru saja memperingati May Day,” urai Abdul Muis.
Baginya, harus dipahami jika dalam keseharian peran buruh dan pekerja tak bisa lepas dari keseharian masyarakat. Kendati begitu, hal yang tak bisa ditampik adalah pengusaha juga bagian dari ekosistem dunia ketenagakerjaan. “Kita tidak bisa memihak. Makanya lahir undang-undang untuk menjaga hubungan pekerja dan pengusaha. Artinya, pengusaha juga bisa untung tanpa harus mengorbankan hak karyawan,” tukasnya.
Sementara itu, hal senada juga diungkap Kabid Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Disnaker Kota Samarinda, M. Reza Pahlevi. Dia menjelaskan, Perda Nomor 4 Tahun 2024 memang sudah tidak relevan. Alasannya, dengan hadirnya UU Ciptaker, ada sejumlah ketentuan yang justru tanggung jawabnya telah berpindah. “Seperti ketentuan terkait pengawasan. Itu tidak ada lagi kewenangan Pemerintah Kota untuk menangani. Jadi pengawasan itu sudah ada di provinsi (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Red.),” jelasnya.
M. Reza Pahlevi menerangkan, ada alasan konkret mengapa revisi Perda Nomor 4 Tahun 2024 harus segera dilakukan. Pertama, agar mewujudkan sistem ketenagakerjaan yang jauh lebih adil, merata dan berkesinambungan. Kedua, meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja lokal. Ketiga, memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja. Keempat, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
“Mungkin terkait perlindungan hukum yang sedang hangat sekarang kasus Rumah Sakit Haji Darjad. Jadi awalnya, kasus di Rumah Sakit Haji Darjad itu terjadi laporan awal saat Hari Raya. Kami pikir hanya bertiga yang melapor. Karena kami menunggu ada beberapa orang tapi tidak ada yang melapor. Akhirnya hanya bertiga yang melapor,” terangnya.
M. Reza Pahlevi memaparkan, banyak yang berpikir proses penyelesaian hukum terkait ketenagakerjaan sulit. Padahal tidak. “Yang penting datang, melapor ke kami, dengan dasar itu kami bisa memanggil antara pengusaha dan pekerja. Yang penting jangan sampai ada oknum diantara itu. Karena kalau sampai ada oknum atau unsur di luar kedua pihak itu, takutnya ada ‘bumbu-bumbu’,” paparnya. (fai)