AKSELERASI – Larangan Kratom mulai 2022 oleh Badan Narkotika Nasional memukul sektor pertanian di Kabupaten Kutai Kartanegara. Nyaris seluruh budidaya dan produksi tanaman dengan nama latin Mitragyna speciosa ini dihentikan di Kota Raja.
“Ini sangat disayangkan. Regulasinya sampai saat ini tidak ada penegasan yang jelas,” kata Salehuddin, Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Timur.
Politisi Partai Golongan Karya tersebut mengungkapkan, daun dan bubuk Kratom memiliki nilai ekonomi tinggi bagi masyarakat Kukar. Terutama di wilayah Ulu.
Jika dilarang, ucap Salehuddin, harusnya ada solusi konkret dari Pemerintah. Misalnya, dari Badan Pengawas Obat dan Makanan maupun dari BNN
“Jadi masyarakat tidak rugi mengembangkan tanaman ini, karena Kratom punya komoditas ekonomi yang bagus dan beberapa dari mereka sudah mengganti tanaman kebunnya dengan Kratom,” terangnya.
Salehuddin menegaskan, masyarakat –khususnya petani– merasakan dampak ekonomi yang luar biasa dari menanam Kratom. Apalagi, proses pemeliharaannya tidak terlalu susah.
“Terlepas dari itu saya harap kepada Pemerintah, jika memang tanaman ini tidak diperbolehkan, maka Pemerintah juga harus mencarikan solusi. Misalnya menawarkan komoditi alternatif yang bisa menggantikan Kratom,” tuturnya.
Salehuddin menambahkan, untuk solusi alternatif ini perlu dipikirkan Pemerintah.
“Kami juga melakukan pendampingan dan konsultasi ke Kementerian Perindustrian, bahwa sampai sekarang tidak ada kejelasan bahwa komoditas Kratom memang dilarang. Selama ini, masyarakat yang mengandalkan tanaman Kratom merasa kecewa, karena ini menjadi salahsatu mata pencaharian mereka. Makanya pemerintah harus mencarikan solusinya,” pungkas Salehuddin. (dwi/adv)