spot_img

Puluhan Karyawan RSHD Diduga Tak Didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan, Kemana Uang Iurannya?

AKSELERASI, SAMARINDA – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim), akan memberi tindakan tegas kepada manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD). Lewat sokongan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, mereka mengungkap sejumlah pelanggaran serius yang beprotensi masuk ranah pidana. Hal ini terungkap saat Rapat Kerja (Raker), Selasa 29 April 2025 lalu, di Ruang Rapat Gedung E, DPRD Kaltim (selengkapnya simak di Bawah berita).

Usai mendengar paparan dari karyawan dan mantan karyawan RSHD, Mariani, Pengawas Ketenagakerjaan dan Penyidik, Disnakertrans Kaltim, menjelaskan banyak hal. Pertama, mengenai uraian gaji karyawan RSHD pada 2024 yang terdiri ari 6 item. Diantaranya gaji pokok, tunjangan fungsional, tunjangan kehadiran selama 24 hari, part time (lembur), potongan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPKS) Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

“Menurut Undang-Undang, gaji adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap. Tapi apa yang disampaikan karyawan ada tunjangan ini dan itu (fungsional dan kehadiran, Red.), itu bukan upah menurut undang-undang. Tunjangan tetap itu tunjangan yang tidak mempengaruhi kehadiran. Hadir tidak hadir tetap segitu sebulan. Itu biasanya menjadi komponen upah,” ujarnya. “Jadi kalau upahnya cuma Rp 3 juta saja, itu sangat jauh dibawah Upah Minimimum Kota Samarinda,” urai Mariani.

Lebih jauh, ia mencatat, ada 6 pelanggaran serius yang terjadi dalam kebijakan manajemen RSHD. Diantaranya, upah tidak dibayar, tidak ada jam istirahat, tidak ada kejelasan mengenai upah lembur, tak ada kontrak kerja, BPJS yang diduga dipotong tapi tidak disetorkan, upah terlambat dibayar, upah dibawah Upah Minimum Kota (UMK). “Sebagian besar sanksinya adalah pidana kurangan penjara dan denda ratusan juta. Kalau untuk keterlambatan THR (Tunjangan Hari Raya, Red.) itu hanya denda,” ungkapnya.

Sementara itu, Iinformasi mendalam mengenai internal RSHD, terungkap lewat sejumlah salinan tuntutan karyawan yang diserahkan kepada Komisi IV DPRD Kaltim. Salah satunya, perkiraan jumlah karyawan RSHD mencapai 140 orang. Terdiri dari karyawan umum dan tenaga kesehatan (nakes). Jumlah ini justru berbeda jauh dengan data manajemen RSHD kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang tertera di aplikasi Jamsostek Mobile (JMO). Yakni sebanyak 88 orang.

Di tuntutan tersebut tertulis, 88 karyawan yang memiliki kartu BPJS Ketenagakerjaan iurannya telah mengalami tunggakan sekira 11 bulan. Terhitung sejak Juni 2024 hingga April 2025. Sedangkan untuk karyawan yang kontrak kerjanya terhitung Juni 2023 hingga saat ini, justru belum jelas kepesertaannya di BPJS Ketenagakerjaan. “Gaji kami diduga tetap dipotong untuk iuran bulanan. Kami menuntut pembayaran semua tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan kejelasan mengenai karyawan yang belum terdaftar,” tulis karyawan RSHD dalam tuntutan tersebut.

Selain itu, dalam salinan lain juga terungkap, tuntutan karyawan yang telah resign. Enam diantaranya bahkan mengaku belum mendapatkan nomor kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan atau belum terdaftar. Parahnya, 5 diantaranya digaji di bawah Upah Minimum Kota atau UMK.

Dalam keterangannya saat rapat kerja (Raker) kepada Komisi IV DPRD Kaltim dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Ardiansyah Putra –mantan karyawan RSHD– membeberkan detail gaji yang diterima rekannya yang masih aktif bekerja di RSHD pada Juni 2024. Diantaranya, gaji pokok rata-rata sebesar Rp 3 juta, tunjangan fungsional Rp 300 ribu, dan tunjangan kehadiran 24 hari Rp 120 ribu. “Part time (lembur, Red.) tidak tertulis, potongan BPJS (keternagakerjaan, Red.) 99 ribu, potongan BPJS Kesehatan tidak ada,” ungkapnya. “Untuk potongan Jamsostek ini, dia tercatat tapi kartu tidak dapat. Cuma bayar iuran. Di online (JMO, Red.) juga tidak ada,” tegas Ardiansyah Putra.

AKSELERASI bukan tanpa upaya untuk melakukan wawancara langsung kepada manajemen RSHD. Sejak Senin 17 Maret 2025, media ini mencoba melakukan konfirmasi melalui call center dan datang langsung ke RSHD. Namun tak mendapat respon.

Bahkan, untuk kesekian kalinya, AKSELERASI kembali melakukan konfirmasi melalui call center RSHD, Selasa 22 April 2025, sekira pukul 15.24 Wita. Melalui salah satu petugas Front Office (FO), Rizka Adnaya, media ini sempat menjelaskan maksud konfirmasi kepada manajemen RSHD mengenai pelbagai masalah yang kini jadi atensi publik.

Tak hanya sampai disitu, AKSELERASI juga menyampaikan telah mengikuti prosedur yang diminta untuk janji temu kepada manajemen RSHD. Sayangnya, upaya tersebut tak membuahkan hasil. “Kalau untuk ngomong langsung ke manajemen kayaknya agak sulit,” kata Rizka Adnaya.

KATA AHLI WARIS H. DARDJAT

Para ahli waris H. Dardjat yang bernaung di PT Dardjat Bina Keluarga (DBK), memberikan apresiasi tinggi kepada karyawan dan mantan karyawan RSHD yang berani menuntut haknya sesuai dengan prosedur. Pun, mereka juga mengapresiasi langkah yang akan dilakukan Komisi IV DPRD Kaltim bersama Disnakertrans Kaltim.

Kata Muhammad Erwin Ardiansyah Dardjat, juru bicara keluarga sekaligus salah satu ahli waris H. Dardjat, menyatakan, pihaknya tak mau ikut campur lebih dalam mengenai dugaan penggelapan uang perusahaan yang melibatkan manajemen RSHD.

“Kalau masalah dugaan aliran kas perusahaan PT. ME (Medical Etam, Red.) yang tidak jelas, itu yang lebih tepat untuk menjawabnya tentunya jajaran komisaris dan pemegang saham PT ME. Kami keluarga kan saat ini posisinya berada di luar itu. Silahkan ditanya ke Komisaris PT ME sesuai data yang saat ini ada di AHU (Administrasi Hukum Umum, Red.),” jelasnya, melalui pesan singkat via aplikasi WhatsApp (WA).

Muhammad Erwin Ardiansyah Dardjat juga menekankan, soal dugaan pidana tenaga kerja, jika instansi pemerintah terkait menemukan hal itu, pihak keluarga meminta untuk diproses sesuai ketemtuan yabg berlaku. “Dan jika karyawan yag dirugikan menjadi korban dari masalah dugaan pidana ini mau memproses secara hukum, kami keluarga ahli waris mempersilahkan saja sepanjang ada bukti yang kuat untuk masuk ke ranah pidana itu. Yang jelas siapapun, punya hak dan kedudukan yang sama dimata hukum,” terangnya.

“Kami ahli waris berada diluar sistem manajemen RSHD, jadi tidak bisa bicara lebih banyak. Kami persilahkan jika para korban (karyawan dan mantan karyawan,Red.) yang merasa dirugikan ingin membawa masalah ini ke ranah hukum pidana,” tukasnya. (ak)

POTENSI PIDANA MANAJEMEN RSHD

UPAH TIDAK DIBAYAR
Pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta

UPAH TERLAMBAT DIBAYAR
pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta

UPAH DI BAWAH UMK
Pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta

TAK ADA KONTRAK KERJA
Pidana denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 50 juta

TIDAK ADA JAM ISTIRAHAT
Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 100 juta

TIDAK ADA KEJELASAN UPAH LEMBUR
Pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 100 juta

BPJS DIPOTONG TAPI TIDAK DISETORKAN
Pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar

SUMBER: Raker Komisi IV DPRD Kaltim Bersama Disnakertrans Kaltim dan karyawan serta mantan karyawan RSHD

  Yuk Gabung ke Channel WhatsApp Akselerasi.id!

spot_img

Yuk Baca Juga

spot_img

Berita Terkait