Hanya di Samarinda kita bisa hidup sama rendah.
Nikmati Tepian kita sama-sama.
Hanya di Samarinda bila hujan telah tiba.
Sungai dan jalan kadang tak ada beda.
KALIMAT di atas menggunakan penggalan lirik dari sebuah lagu yang sarat akan kritik dan pesan dari pemuda-pemuda kreatif Kota Samarinda.
Pada 21 Januari lalu, bertepatan dengan HUT Kota Samarinda ke-352, sebuah karya dari tiga anak muda Samarinda berhasil menarik perhatian netizen di media sosial.
Sebuah lagu beraliran hip hop dengan judul Samar Indah dibawakan oleh Oktavian Kunto Anggono (27) atau akrab disapa dengan Ovant bersama Gesid dan Yudhis.
Video lagu Samar Indah yang berdurasi 3 menit 58 detik itu menampilkan berbagai sudut kota di Kota Samarinda dan dikemas dengan pengambilan gambar serta visual yang apik dan menarik.
Ovant sendiri mulai mendalami dunia rap sejak 2008 dengan rekaman sendiri. Kemudian ia sempat bergabung dengan komunitas Hip Hop Etam dan sempat mengeluarkan album kolaborasi di 2013.
Sebelumnya, Ovant juga pernah membuat sebuah lagu yang sempat booming di 2017 berjudul Distrik 0541 yang merupakan hasil kolaborasi dengan komunitas grafiti.
Saat ditemui, Ovant, Gesid, dan Yudhis berkisah bahwa lagu Samar Indah sebenarnya sempat dibuat pada 2013 dan shooting video klip di 2015 dengan hasil yang seadanya. Namun sayangnya, mereka kehilangan akun Google beserta Youtube, sehingga lagu dan dokumentasi pun turut hilang.
“Karena hilang, kita buat baru lagi dari segi aransemen. Jalan alur cerita kita ubah banyak, dan dari yang lama kita ambil reff nya aja” ujar Gesid membuka percakapan.
KRITIK SARKASME
Judul Samar Indah sendiri sebenarnya mereka akui sebagai word play atau permainan kata. Di mana maknanya adalah Kota Samarinda sebenarnya kota yang indah, tapi masih samar karena banyak masalah yang harus diselesaikan. Ovant juga menyebutkan bahwa lirik dalam lagu tersebut banyak mengandung sarkasme.
“Dalam lagu ini sendiri dalam banget maknanya, seolah-olah kayak kita itu bangga hidup di Samarinda. Tapi sebenarnya kita itu kayak menikmati kehancuran di kota ini juga,” ujar Ovant.
Mereka menjelaskan bahwa pesan yang disampaikan di lagu tersebut lebih kepada kritik sosial kepada pemerintah dan mengingatkan bahwa masih ada banyak masalah di Samarinda. Dan salah satu permasalahan yang paling terpampang nyata adalah masalah banjir.
“Ketakutan kita sebenarnya adalah ketika masalah ini menjadi hal yang biasa, itu malah semakin menakutkan,” lanjut Ovant.
Mereka mengharapkan pemerintah Kota Samarinda, khususnya kepala daerah yang mempunyai kemampuan besar untuk melakukan perubahan, bisa membuat program maupun keputusan yang pro terhadap lingkungan.
Tidak hanya itu, mereka juga berharap pemerintah mampu mengajak masyarakat untuk sadar dan peduli dengan kondisi yang ada di Samarinda.
“Narasi yang sekarang kita dengar seperti ‘Samarinda memang dari dulu banjir sejak kuda makan tembaga lah makan mentega lah’, atau ‘harus bersabar, hanyar (baru) kah di Samarinda?” ujar Yudhis.
Yudhis yang merupakan seorang aktivis lingkungan turut menjelaskan makna didalam puisinya di akhir lagu Samar Indah. Ia menjelaskan bahwa dalam puisi tersebut juga terdapat sarkasme, yaitu kata ‘Samarinda masih ada harapan baru’. Maksud dari harapan baru itu sebenarnya adalah nama daerah kelurahan yang berada di Kecamatan Loa Janan Ilir.
“Orang-orang hanya fokus di daerah perkotaan Samarinda saja. Tapi sebenarnya juga ada daerah lain, seperti Mangkupalas atau Samarinda Seberang yang juga tidak kalah penting dan harus diperhatikan,” ujar Yudhis.
Selain itu di dalam puisinya, Yudhis juga memberikan kritik perihal banjir yang kerap melanda Samarinda.
“Kemudian di puisi aku sengaja nyeritain kenapa banjir itu bisa lebih parah lagi, salah satunya seperti masalah pertambangan yang ada di Kota Samarinda,” ungkapnya.
Namun terlepas dari kritik-kritik tersebut, Ovant sendiri mengakui bahwa tidak semua lirik lagu tersebut mengandung sarkas.
Karena, ada beberapa lirik yang ditulis dan dimaknai dengan mengatakan bahwa ia bangga dengan Kota Samarinda. Di Kota Samarinda, warganya bisa hidup rukun dan “sama rendah” dengan banyaknya keberagaman suku di Kota Tepian ini.
“Hal yang keren di Kota Samarinda adalah adat kita. Dan dengan keberagaman suku yang ada di Kota Samarinda, kita masih bisa barengan hari ini itu keindahan yang terasa,” jelas Ovant.
Selain soal adat kebudayaan, Yudhis menambahkan bahwa video dalam lagu Samar Indah memang memperlihatkan orang-orang yang bergerak atas inisiatif sendiri karena prihatin akan Samarinda.
Contohnya, seperti terjun ke parit-parit untuk membersihkan, melakukan aksi setiap hari Kamis berada di depan Kantor Gubernur, serta gerakan lain yang muncul dari masyarakat.
Hal tersebut tergambarkan di lirik Samar Indah, di mana kita diajak untuk berkontribusi serta memberikan yang berarti untuk kota tercinta.
“Bakal susah kalau kita cuma menunggu peran dan berharap sama pemerintah. Untuk itu, harus ada keterlibatan dengan masyarakat,” ujar Yudhis.
Ketiga anak muda kreatif ini pun berpesan bahwa masyarakat Kota Samarinda harus lebih peduli terhadap kotanya sendiri dengan melakukan apa yang bisa dilakukan.
Contohnya seperti jika mendalami bidang musik, maka buatlah suatu karya yang mampu mengangkat Samarinda agar dapat dikenal oleh masyarakat luas.
Last but not least, harapan Ovant, Gesid, dan Yudhis kepada pemerintah adalah untuk tidak selalu bertumpu terhadap sumber daya alam. Melainkan bisa lebih memperhatikan sumber daya manusia, serta potensi anak muda Samarinda dengan mendukung serta menyediakan ruang atau wadah untuk berkarya.
“Andaikan kita bisa menggabungkan antara sumber daya alam dan sumber daya manusia serta anak-anak muda yang berpotensi, maka kota Samarinda pasti akan jauh lebih besar dan bagus,” tutup Yudhis. (*)